Dari Redaksi Liputan Sumbawa, Muhammad Kaniti (Wakil Pimpinan Redaksi)
Kasus pengrusakan hutan di wilayah kerja Balai KPH Batulanteh tepatnya Resort Batudulang-Kelunkung, RTK 61, Kelompok Hutan Batulanteh, Dusun Pusu, Desa Tepal, Kecamatan Batulante, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang kembali mencuat pada Jum’at 11 Juli 2025 selain sangat menyita perhatian masyarakat sekitar kawasan hutan setempat juga pemerintah Kabupaten Sumbawa. Sayangnya keresahan yang ditimbulkan belum menjadi atensi besar Pemerintah Propinsi NTB khususnya Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Terkesan adanya pembiaran lantaran terduga pelaku telah berkali-kali ‘menjarah’ hutan yang menjadi sumber hidup masyarakat Sumbawa tersebut. Potensi hutan baik itu berupa pepohonan atau tegakan yang diketahui sebagai bank oksigen maupun hasil hutan non kayu tentu menjadi terancam.
Kerusakan hutan akan berakibat pada penurunan kualitas oksigen. Semakin maraknya penebangan liar akan membuat hutan semakin gundul, hal ini tentu akan menjadi pemicu terjadinya banjir besar dan juga banjir bandang. karena sedikitnya pohon yang terdapat dihutan tidak akan mampu menyerap air hujan. Sangat paradoks dengan asta cita pemerintahan Prabowo-Gibran!!
Padahal ancaman pengrusakan hutan yang diakibatkan illegal logging dijerat pasal 19 huruf A dan atau B juncto pasal 94 ayat 1 Huruf a dan atau pasal 12 huruf e juncto pasal 83 ayat 1 huruf B, Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Pelakunya diancam pidana penjara maksimum 15 tahun dan denda maksimal Rp 100.000.000.000 (100 Miliar rupiah). Meski sanksi tersebut bisa dibilang cukup berat, faktanya penegakan hukum pidana illegal logging belum dilakukan maksimal.
Kembali ke tindakan pengrusakan hutan yang sebenarnya terduga pelakunya sudah diketahui identitasnya tersebut, namun hingga tulisan ini dirilis belum nampak adanya upaya tegas untuk paling tidak mengamankan terduga pelaku yang kabarnya memiliki kekuatan dan relasi kuat kepada sejumlah oknum aparat penegak hukum (APH). Bahkan petunjuk awal tentang aktifitas pelaku telah diketahui oleh pemerintah kecamatan Batulanteh ketika si terduga pelaku meminta ijin membuka jalan dan menebang kayu di dalam kawasan hutan.
Informasi yang penulis dapatkan dari sejumlah pejabat terkait di Dinas KLHK Propinsi NTB (tidak mau disebutkan identitasnya) bahwa upaya penegakan hukum terkendala minimnya anggaran operasional untuk melakukan penegakan hukum. Sedikitnya ada 4 orang penyidik yang secara kapasitas sebenarnya mampu dan bertanggunjawab namun lagi-lagi belum ada langkah konkret menindak para penjahat lingkungan.
Di satu sisi, masyarakat di sekitar kawan hutan juga merasa terintimidasi dengan adanya kekuatan yang katanya membackup pelaku. Dan kekuatan itu berasal dari dalam desa mereka sendiri.
Bahkan salah seorang petugas pengaman hutan pun tidak berdaya. Mereka seolah-olah diperintahkan berperang namun tidak dibekali dengan senjata juga amunisi yang seperlunya. Mereka beranggapan ibarat menjadi anjing pemburu di lapangan dengan tekad dan komitmen yang kuat untuk menjaga jantung Batulanteh meski dengan keterbasan yang ada.
Melihat situasi ini, penulis beranggapan harus ada langkah konkret yang dilakukan aparat penegak hukum dan hal ini pihak Dinas KLHK sendiri bersama unsur kepolisian dan TNI yang dapat melakukan tugasnya untuk membantu penegakan aturan. Diperlukan pos bersama yang ditempatkan di sekitar hutan Batulanteh untuk mengantisipasi dan menjaga hutan dari ancaman para mafia kayu yang melakukan pengrusakan hutan dengan cara illegal logging atau pembalakan liar.
Dukungan pemerintah daerah baik Kabupaten maupun Propinsi sangat dibutuhkan. Begitu pula dengan para legislator asal Kabupaten Sumbawa yang telah diberikan amanat oleh rakyat. Mereka memiliki power untuk bersuara lantang (parle) mewakili isi hati dan keresahan masyarakat Sumbawa khususnya.
Ingat, hutan Batulanteh adalah sumber air bagi masyarakat di daerah aliran sungai hingga ke hilir (kota), bank oksigen, habitat dan ekosistem hewan khususnya madu alam Sumbawa yang terkenal se Indonesia Raya. Kita tunggu langkah konkret untuk menjaga hutan dan menegakan hukum. (Lp)