Jakarta, 21 September 2025 – Koalisi Kodifikasi UU Pemilu mendesak adanya perombakan total atau reset terhadap kelembagaan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Desakan ini muncul setelah mereka menilai KPU periode 2022–2027 sarat persoalan, mulai dari pelanggaran aturan, lemahnya sistem teknologi, hingga dugaan penyalahgunaan fasilitas negara.
Dalam pernyataan resminya, koalisi menilai KPU kerap membuat kebijakan yang bertentangan dengan Undang-Undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Contohnya, sejumlah PKPU yang mengatur syarat keterwakilan perempuan, masa jabatan kepala daerah, serta laporan dana kampanye dianggap tidak sesuai aturan hingga memicu putusan pembatalan oleh MA dan MK.
Selain itu, KPU juga dinilai gagal menjaga keamanan data pemilih. Kebocoran 252 juta data dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) menjadi bukti lemahnya tata kelola teknologi informasi. Koalisi juga menyoroti penutupan akses publik ke laman Sirekap saat rekapitulasi suara 2024, yang menimbulkan kecurigaan manipulasi.
Masalah transparansi dana kampanye juga disorot. KPU dianggap melanggar hak pemilih karena tidak menampilkan detail penyumbang dana kampanye secara terbuka. Langkah ini dinilai berpotensi melanggengkan praktik politik uang dan korupsi politik.
Koalisi juga menyinggung masalah etika komisioner KPU. Mulai dari kasus mantan Ketua KPU Hasyim Asyari yang terjerat dugaan kekerasan seksual, hingga penggunaan jet pribadi untuk puluhan kunjungan dinas yang dianggap pemborosan.
Atas dasar itu, Koalisi Kodifikasi UU Pemilu menyampaikan empat tuntutan:
- Presiden dan DPR merekomendasikan pemberhentian seluruh anggota KPU periode 2022–2027 kepada DKPP.
- DKPP menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan memberhentikan seluruh komisioner KPU.
- Penataan ulang kelembagaan KPU, termasuk mekanisme seleksi dan rekrutmen, dalam revisi UU Pemilu.
- Moratorium pengisian jabatan komisioner KPU hingga UU Pemilu yang baru disahkan.
Pernyataan ini ditandatangani oleh sejumlah lembaga masyarakat sipil, di antaranya Perludem, Puskapol UI, PUSaKO FH Andalas, ICW, Koalisi Perempuan Indonesia, Migrant CARE, hingga PSHK. (LS)