Sumbawa, 20 Oktober 2025– Akses bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Kabupaten Sumbawa dinilai masih belum optimal. Direktur LBH Samalewa, Roli Pebrianto, S.H., M.H., menyampaikan banyak warga berhadapan dengan masalah hukum tanpa pendamping dan tanpa pengetahuan dasar mengenai prosedur.
“Banyak yang datang dalam kondisi panik karena dipanggil polisi atau terseret sengketa, tetapi tidak memahami apa yang terjadi. Ini bukti bahwa literasi hukum masyarakat masih sangat rendah,” kata Roli.
Sebagian besar pencari keadilan berasal dari kelompok ekonomi lemah seperti petani, buruh, dan pedagang kecil. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk membayar advokat, sementara akses ke layanan hukum juga terbatas. Padahal, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 menjamin bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin.
LBH Samalewa juga mencatat banyak kasus bermula dari ketidaktahuan prosedur, seperti warga yang menandatangani dokumen tanpa memahami isi atau memberi pengakuan karena tekanan. “Tanpa pendampingan, risiko ketidakadilan sangat besar,” tegas Roli.
Selain advokasi dan pendampingan perkara, LBH Samalewa aktif melakukan penyuluhan hukum ke desa-desa. Namun upaya ini terkendala minimnya dukungan anggaran daerah.
Roli mendesak pemerintah daerah memberi perhatian serius. “Bantuan hukum itu investasi sosial. Ketika keadilan tercapai, konflik bisa ditekan. Pemerintah harus menjadikannya prioritas,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak—pemerintah, aparat, kampus, media, hingga organisasi masyarakat sipil—untuk memperluas akses bantuan hukum hingga ke pelosok.
“Keadilan tidak boleh hanya untuk mereka yang mampu. Masyarakat kecil harus mendapat perlindungan yang sama,” tutupnya. (LS)






























































