Single News

Pra Peradilan Kasus Ai Jati, Ahli Sebut Dua Surat Penetapan Tersangka Cacat Prosedur

Sumbawa, 6 Desember 2025– Sidang praperadilan terkait legalitas penetapan tersangka Ai Jati kembali bergulir di Pengadilan Negeri Sumbawa Besar, Jumat (5/12/2025). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang diajukan oleh pemohon. Persidangan dipimpin oleh Hakim Tunggal Rion Apraloka, S.H., M.Kn., sementara Kuasa Hukum pihak termohon (kepolisian), Ringgo Prabowo, SH.

Ahli hukum pidana Dr. Lahmuddin Zuhri, S.H., M.Hum., yang dihadirkan pemohon, memberikan sejumlah keterangan krusial terkait dugaan adanya ketidaksesuaian prosedur dalam penanganan perkara oleh pihak kepolisian.

Menjawab pertanyaan kuasa hukum mengenai keberadaan dua surat penetapan tersangka, ahli menegaskan bahwa hal tersebut merupakan anomali serius dalam proses penyidikan.

“Apabila terdapat dua surat penetapan tersangka dalam satu perkara, itu menunjukkan ketidaktertiban administrasi dan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum. Secara prinsip, rangkaian proses tersebut dapat dinyatakan tidak benar,” ujar Dr. Lahmuddin.

Ahli menambahkan bahwa penetapan status tersangka hanya dapat dilakukan satu kali berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Perbedaan atau duplikasi dokumen merupakan indikasi prosedur yang tidak konsisten.

Penggunaan Senjata dalam Penangkapan Perkara Umum Dinilai Tidak Selayaknya

Menanggapi isu dugaan pelanggaran HAM yang terjadi saat proses penangkapan, ahli menjelaskan bahwa penggunaan senjata api dalam tindakan kepolisian memang dibenarkan apabila terdapat ancaman nyata terhadap keselamatan petugas atau publik.

Namun, ia menegaskan bahwa pada tindak pidana umum, penggunaan senjata tidak dapat diterapkan secara sembarangan.

“Untuk perkara yang sifatnya tindak pidana umum, tindakan penangkapan menggunakan senjata api tidak selayaknya dilakukan, kecuali dalam keadaan memaksa dan memenuhi prinsip proporsionalitas,” tegasnya.

Ahli menyatakan bahwa unsur proporsionalitas, kebutuhan, dan akuntabilitas menjadi parameter utama menilai apakah tindakan aparat sesuai dengan hukum.

Pada bagian lain keterangannya, Dr. Lahmuddin menegaskan bahwa tahapan penyelesaian perkara pidana memiliki urutan baku, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penetapan tersangka.

“Jika rangkaian itu tidak dilaksanakan sesuai urutannya, atau ada salah satu tahapan yang diabaikan, maka proses yang lahir dari rangkaian tersebut—termasuk penetapan tersangka—berpotensi tidak sah,” jelas ahli.

Ia menilai bahwa ketepatan prosedur merupakan unsur fundamental bagi keabsahan tindakan penyidik.

Hakim Perintahkan Termohon Hadirkan Saksi serta Bintang Imran Maulana

Usai mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pemohon, Hakim Tunggal Rion Apraloka memerintahkan termohon untuk menghadirkan Bintang Imran Maulana agar majelis dapat melihat kondisi yang bersangkutan secara langsung dan mendengarkan keterangannya.

Hakim juga meminta termohon mengharirkan saksi dan ahli pada agenda sidang Senin 9 Desember tersebut.

Sebelum sidang ditutup, sempat terjadi perdebatan antara kuasa hukum pemohon dan termohon terkait permintaan agar Bintang Imran Maulana, pihak yang diduga mengalami perlakuan tidak manusiawi saat diamankan, dapat dihadirkan langsung dalam persidangan untuk diperiksa.

Kuasa hukum pemohon, Endra Syaifuddin, S.H., M.H., C.Med., dari Tim Advokat Pejuang Ai Jati, menyatakan bahwa keterangan ahli telah memperjelas adanya persoalan mendasar dalam proses penyidikan.

“Ahli telah menyampaikan dengan jelas bahwa keberadaan dua surat penetapan tersangka, penggunaan senjata yang tidak selayaknya, serta adanya tahapan proses yang hilang merupakan pelanggaran prosedural yang signifikan. Ini selaras dengan dalil permohonan kami,” tutur Endra.

Ia berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh fakta persidangan untuk menilai keabsahan penyidikan yang dilakukan termohon. (LS)