Sumbawa Besar, 15 Juli 2025 — Samawa Islam Transformatif (SIT) menyampaikan keprihatinan dan kemarahan atas terungkapnya aktivitas pembukaan jalan ilegal di kawasan hutan lindung RTK 61, Kelompok Hutan Batulanteh, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa.
Kegiatan ilegal ini ditemukan oleh Balai KPH Batulanteh dalam patroli gabungan pada 14 Juli 2025, dengan luas area terdampak mencapai 150 hektare. Jalur tersebut dibuka tanpa izin, berada di tengah-tengah kawasan konservasi, tepat di antara wilayah administratif Desa Tepal dan Desa Batudulang.

Salah satu bukti pengrusakan kawasan hutan lindung oleh pelaku untuk membuat jalan (belum ditangkap)
Ketua SIT: Ini Bukan Pelanggaran Biasa, Tapi Kejahatan Lingkungan
Ketua SIT, Muhazi Ramadhan, menilai kejadian ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk kejahatan ekologis yang mengancam kelestarian lingkungan dan masa depan masyarakat lokal.
“Kami mempertanyakan mengapa pembukaan jalan seluas itu bisa terjadi tanpa deteksi awal dari pemerintah. Kalau negara tidak bisa menindak tegas pelaku, maka ini bukan lagi sekadar pembiaran—tapi bentuk keterlibatan pasif dalam kejahatan lingkungan,” tegas Muhazi.
Tuntutan SIT: Negara Harus Hadir, Bukan Diam
Samawa Islam Transformatif menyerukan langkah-langkah konkret dan segera sebagai berikut:
- Penegak hukum segera mengusut tuntas pelaku dan pihak yang terlibat dalam pembukaan jalan ilegal ini.
- Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Pemerintah Provinsi NTB, dan KLHK diminta untuk melakukan investigasi terbuka dan transparan.
- Pemulihan kawasan hutan yang rusak, termasuk penutupan akses jalan dan penghentian segala aktivitas ilegal di lokasi.
- Pelibatan masyarakat lokal, tokoh adat, dan organisasi sipil dalam pengawasan dan perlindungan kawasan hutan lindung Batulanteh.
Hutan Adalah Warisan, Bukan Komoditas
Pembukaan jalan tanpa izin di kawasan lindung adalah ancaman serius terhadap: Kehidupan satwa dan tumbuhan endemik; Sumber air dan sistem ekologis yang menopang masyarakat di sekitarnya; Ketahanan lingkungan jangka panjang di tengah ancaman perubahan iklim.
“Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat Sumbawa, aktivis lingkungan, akademisi, dan tokoh agama untuk bersatu menjaga hutan kita. Ini bukan hanya soal pohon yang tumbang, tapi soal martabat kita sebagai bangsa yang menjunjung amanat konstitusi,” tutup Muhazi. (LP)